Makhluk Berkepala Burung (Dalam Antologi "Scary Moments#2")


Judul Buku     : Scary Moments#2
Penulis            : Arham Kendari, dkk
Penerbit          : Indie Publishing
Tahun terbit    : November 2012
Tebal               : 211 Halaman
ISBN               : 978-602-9142-15-0


 Makhluk Berkepala Burung (halaman 6)


Suasana malam begitu mencekam. Lengang. Sunyi. Sepi. Bagai tak berpenghuni. Gemuruh riuh hujan seakan melengkapi. Menghiasi seluruh penjuru negeri tanpa mau mengerti. Gelegar petir yang berbaur dengan gemuruh air yang membersit dari langit menimbulkan aroma tersendiri bagi setiap jiwa yang dilanda sepi. Malam itu di rumah hanya ada aku, ibuku, dan mas Iwan kakakku. Rumah kami yang terbuat dari papan tak mampu menahan terpaan angin yang masuk lewat celah-celah dinding. Cahaya lampu minyak sebagai alat penerangan hanya dapat menerangi sebagian sisi ruangan saja. Aku meimilih belajar di ruang tamu. Pelajaranku terbilang mudah karena aku baru kelas satu Sekolah Dasar. Namun bagiku semua itu tetap saja susah. Mas Iwan sendiri yang waktu itu duduk di kelas lima Sekolah Dasar tengah belajar di kamarnya. Sedangkan ibu berada di kamar. Entah apa yang sedang beliau kerjakan.

Tiba-tiba saja perasaanku mendadak aneh (bukan mendadak dangdut loh ya???hehe...). Bulu kudukku merinding. Tatapan liar mataku menjelajahi setiap sudut ruangan tanpa beranjak dari tempat duduk. Alhasil entah hanya halusinasi atau nyata mataku menangkap sosok manusia berkepala burung dengan paruh yang sangat panjang sedang duduk di atas sepeda tua milik bapak yang disandarkan di dekat jendela. Melihat hal tersebut spontan saja aku lari tunggang langgang karena ketakutan. Aku langsung menuju ke kamar dimana ibuku berada. Lalu, gedubrakkk!!! Aku menabrak dinding kamar. Keras sekali.

Ibu terkejut melihatku terengah-engah ke arahnya layaknya orang habis lari marathon. Beliau langsung mengintrogasiku. Mendengar pertanyaan ibu aku tak lantas menjawab dengan segera. Sebab tiba-tiba ku rasakan sakit yang teramat sangat di mulutku. Ternyata darah segar mengalir dari gusiku. Dua gigi atasku tanggal akibat terbentur dinding. (Untungnya gigiku masih gigi susu. Jadi bisa tumbuh lagi. Nggak kebayang kalau aku harus menjadi nenek-nenek pada usia dini... ^_^)

Sejak kejadian itu jiwaku benar-benar terguncang. Aku nggak berani menyendiri di rumah. Bahkan untuk tidur atau ke kamar mandi pada malam hari. Tempat tinggalku sendiri terasa menjadi momok yang sangat menakutkan bagiku. Belum lagi semua orang tak ada yang mempercayai ucapanku. Hal itu semakin membuatku sedih. Keluargaku menuduh bahwa itu hanya halusinasi. Aku yang masih terlalu kecil tak berani beradu argumentasi untuk meyakinkan mereka bahwa aku benar-benar melihat sosok manusia berkepala burung tersebut. Mungkin pengalamanku terlalu ayal untuk bisa dipercaya. Sehingga akupun memilih untuk diam dan tidak lagi mengungkit-ungkit peristiwa itu walaupun faktanya sampai detik ini aku masih belum sanggup menghapusnya dari memori ingatanku.

Bulir waktu terus menggelinding. Aku tumbuh dewasa seiring berjalannya masa. Sejalan dengan hal itu pula aku semakin dekat dengan Islam. Hoby mempelajari Al Qur’an dan ilmu agama membuatku tak takut lagi dengan situasi sepi atau sendiri. Guru ngajiku menjelaskan bahwa di sekeliling kita ada juga makhluk ciptaan Allah yang tak kasat mata. Lambat laun rasa takut dan sensitif berhadapan dengan situasi sepi dalam diriku berkurang secara perlahan. Hingga sekarang sudah termindset dalam otak bahwa yang layak ditakuti hanyalah Allah sebagai penguasa alam semesta.

Ternyata setelah sekian lama, sosok manusia aneh itu kembali ku lihat pada tahun 2006. Aku yang waktu itu sudah duduk di kelas dua SMP suatu malam tinggal di rumah sendirian. Seluruh anggota keluarga tengah berada di rumah saudara jauh yang sedang hajatan. Aku memilih tidak turut serta bersama mereka karena sedang menghadapi ulangan semester. Langkahku yang hendak masuk ke dapur terhenti seketika saat mataku menangkap bayangan manusia berkepala burung sekejap melintas tepat di depan pintu kamarku. Sosok tersebut sama persis dengan sosok yang pernah ku lihat sebelumnya.

Saat itu sempat pula terselip rasa aneh berdesir dalam hati kecilku. Alhamdulillah, dengan menyebut asma Allah dan membaca ayat suci aku berhasil mendamaikan hati. Tak lagi harus lari terbirit-birit yang mungkin dapat merontokkan semua gigiku. Kejadian serupa yang berulang sampai empat kali menuntutku untuk mengambil kesimpulan bahwa makhluk tersebut benar-benar nyata adanya. Memang, tanpa kita sadari setiap saat kita selalu dikelilingi makhluk ghaib. Kita tidak perlu mencemaskan keberadaan mereka selama mereka tidak mengganggu aktifitas kita. Yang perlu ditegaskan di sini, mereka adalah sama-sama makhluk ciptaan Allah seperti halnya manusia atau makhluk Allah yang lainnya. Jangan sampai keberadaan mereka kita jadikan sebagai hal yang dianggap keramat yang kemudian menimbulkan kemusryikan. Karena syirik merupakan salah satu dosa besar yang tidak akan diampuni oleh Allah. Seperti yang disebutkan melalui firmannya dalam surat An-Nisa ayat 48 yang artinya:

”Sesungguhnya, Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakinya.”

Untuk menghindari dosa syirik, maka sejak dini diri kita harus dibentengi dengan kekuatan iman yang kokoh. Sebagai orang tua, sudah menjadi kewajiban mereka untuk mengajarkan kepada anak-anaknya ilmu agama agar kelak tidak mudah terjerumus ke dalam perbuatan menyekutukan Allah atau yang lebih dikenal dengan sebutan syirik.

Demikian pengalaman dan segelintir nasihat yang ingin penulis sampaikan. Semua didasarkan atas niat ikhlas ingin berbagi. Dan jika terdapat kekeliruan dalam penjelasan maka hal tersebut mutlak kesalahan penulis karena dangkalnya pengetahuan tentang Islam sebagai agama yang dicintai. Wallahu’alm biishowab... Jazakillah ahsanal Jaza.... Semoga bermanfaat...


Purwokerto, 11 Desember 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Logo

Hasil Seleksi Tahap I Paramadina Fellowship (PF) 2011