Cinta Berawal Dari Niat

Cinta Berawal Dari Niat

Hari masih cukup pagi. Jalanan berkabut menghilang perlahan. Sang mentari yang dengan setianya menerangi semesta setiap hari, pagi ini kembali menyemburatkan sinar. Masih seperti kemarin, dari tempat yang sama, dari ufuk timur.


Arini, gadis cantik dan pendiam ini selalu bangun lebih pagi dari teman-teman satu kostnya yang berjumlah tiga orang. Dengan penuh keikhlasan, layaknya seorang ibu Arini selalu menyiapkan sarapan untuk ketiga temannya. Ya, teh manis hangat dan roti tawar berlapis coklat kental yang memang menjadi menu sarapan tetap. Sifat keibuan dan kedewasaan berpikirnya membuat ia dicintai seluruh temannya. Baik di kostan, di kampus, di majelis, dan di mana pun Arini berada. Tak pernah sedikit pun Arini mengeluh atau marah. Jika temannya salah, maka dengan bijaknya ia akan menegur dan mengarahkan. Jika ia yang merasa salah, maka tidak segan-segan dia akan segera meminta maaf. Subhanallah, sungguh Arini adalah sosok wanita teladan yang mampu menginspirasi banyak jiwa. Tidak heran jika banyak kalangan yang mengaguminya.

*************************************

Jejak langkah yang membias di antara terik hingga mengucurkan keringat tidak lantas membuat seorang Arini bermalas-malasan. Selepas kuliah ia langsung kembali ke kost. Sekedar sejenak menghadap Rabbnya, menunaikan ibadah shalat dhzuhur.

"Mbak Arin mau kemana lagi ta? Bukannya hari ini mbak ngga ada kuliah siang?"
"Mbak mau ke pesantren Al-Hidayah Za... Nanti kalau Wafi sama Risty pulang, bilang saja mbak lagi ke pesantren." Arini menjawab pertanyaan Liza dengan suara khasnya. Liza adalah salah satu penghuni kost dimana Arini ngekost. Dia masih kelas dua SMA. Sedangkan Wafi dan Risty kuliah di tempat yang sama dengan Arini. Hanya saja beda angkatan. Arini dua tahun lebih tinggi di atas Wafi dan Risty. Namun perbedaan umur tidak membuat mereka merasa berbeda. Mereka justru menyikapinya sebagai suatu pelengkap. Arini yang memang paling tua di antara ketiga teman satu kostnya, mampu menjadi kakak yang baik dengan segala perhatian.

"Loh emang ada acara apa mbak siang-siang ke pesantren? Bukannya jadwal mbak ngajar TPA itu sore hari? Dan lagipula jadwal mbak cuma minggu sampai rabu. Sedangkan ini hari kamis."
"Mbak juga belum tahu Za. Tadi pihak pesantren telepon supaya mbak segera ke sana."
"Baiklah mbak kalau begitu. Hati-hati di jalan ya mbak?"

***

"Jadi bagaimana keputusanmu nduk? Kamu mau pilih siapa dari ketiga laki-laki yang datang melamarmu?"

"Pak, bu, sebelumnya Arin minta maaf, lagi-lagi harus mengecewakan bapak dan ibu... Jujur bu, sebenarnya tidak ada alasan bagi Arin untuk menolak mereka. Tapi kan bapak dan ibu juga tahu, kalau Arin nggak mungkin memilih salah satunya dan menyakiti yang lain. Mereka kan sudah berteman sejak kecil bu..."

"Ibu mengerti alasanmu nduk... Sungguh mulianya hatimu... Masih mau memikirkan perasaan orang lain..."

"Kalau begitu, bapak serahkan semuanya sama kamu nduk. Bapak percaya keputusan yang kamu ambil adalah yang terbaik bagimu..."

***

"Rin, ada titipan buat kamu nih...."

"Titipan? Dari siapa Liv?"

"Dari teman satu fakultasku Rin. Dia alim dan pintar. Ketua LDK (Lembaga Dakwah Kampus) pula. Aku rasa dia cocok denganmu. Tarafnya selevel sama kamu..."

"Ah Livi, kamu ada-ada saja. Taraf apa memang yang kamu maksud?"

"Ya taraf kecerdasan dan taraf keimanannya. Sesuai dengan kriteriamu deh..."

"Ikh sok tau kamu..." Mereka pun berbaur dalam tawa. Arini dan Livi mulai menjejakkan langkah melewati jalanan berdebu, setelah usai melepas kepenatan akibat rutinitas kuliah yang membuat otak mereka harus berpikir keras.

"Ya sudah Rin, sampai jumpa besok ya? Oya, jangan lupa titipannya dibuka loh...!!"

"Eh eh tunggu sebentar... Emang siapa nama temanmu itu?"

"Kamu buka saja deh. Pasti ada namanya kok... Aku pulang dulu, mama sudah nungguin. Assalamu'alaikum..." Sesaat kemudian Livi lenyap dari pandangan, pergi mengendarai motornya.
Assalamu'alaikum ukhti. Maaf atas kelancangan saya mengirim surat ini. Saya cuma ingin mengenal ukhti saja. Semoga ukhti berkenan. Ini nomor HP saya. 085839869321. Jika berkenan SMS saja ke nomor saya.

Salam ukhuwah,


Ahmad Ijazi Fathurrohman (Ijaz)

“Asslamu'alaikum akhi, ini saya Arini. Surat akhi yang dititipkan sama Livi sudah saya terima. Terima kasih telah berkenan menjadi sahabat saya. Saya senang sekali akhi mau bersahabat dengan saya. Salam ukhuwah.....” Klik. Arini mengirim pesan ke nomor yang baru saja ia dapat.

“Wa'alaikumussalam ukhti. Subhanallah, saya kira ukhti akan keberatan menanggapi surat saya. Senang mendapat SMS dari ukhti. Subhanallah, saya benar-benar tidak mengira.”

“Biasa saja akhi. Saya justru senang mendapat banyak sahabat.... Termasuk akhi yang katanya ketua LDK ya??? Menakjubkan dehh...”

“Hemmm, sama menakjubkannya deh... Ukhti juga ketua LDK di Fakultas Pertanian kan??”
“Kata siapa? Sok tahu akhi...hehee...”

“Ya tahu lah, aku mengenal ukhti dari tulisan-tulisan ukhti di majalah kampus... Sungguh membuat lidah saya berdecak kagum ukh...”

“Saya hanya sekedar berbagi akh... Jangan memuji berlebihan seperti itu... Takutnya jadi berbangga diri.. Oh iya, afwan ya akh, saya ada kepentingan nih. Bisa dilanjut lain waktu lagi SMSnya???”

“Oh iya silakan... Selamat beraktivitas....”

“Wassalamu'alaikum Wr. Wb.....”

“Wa'alaikumsalam Wr. Wb.........”

*************************************

Hari mulai naik ke peraduan senja. Tiga orang manusia tengah berdiam diri di tengah taman yang asri dan hijau. Livi, Arini dan Ijaz.

“Ukhti Arin, ehmm... Saya mau ngomong...” Ijaz memberanikan diri membuka keheningan yang menyergap.

“Ya, silakan.......” Dengan wajah tenang Arini menjawab.

“Saya ingin mengenal ukhti lebih dekat lagi...... Saya ingin serius dengan ukhti... Apakah sekiranya ukhti bersedia???”

“A..a..apa?? Bisa diulang?”

“Saya ingin menjalin hubungan yang serius dengan ukhti. Apakah ukhti bersedia?”

“E...ee...e... Afwan akhi. Sudah sore... Saya pulang dulu...”

“Tapi ukh, bagaimana dengan pertanyaan saya??”

“Afwan akh, saya tidak bermaksud melukai perasaan akhi. Tapi jujur, saya belum bisa.... Lebih baik kita jalani saja sebagai sahabat....”

“Baiklah ukhti, saya tidak apa-apa kok... Maafkan saya sudah lancang mengatakan ini sama ukhti....” Dengan senyum mengembang Ijaz berusaha berlapang dada mendengar tanggapan Arini.

*************************************
“Liv, bulan depan aku tunangan....”

“Hah?? Tunangan? Dengan siapa Rin? Baru saja lima bulan yang lalu kamu nolak bang Ijaz, sekarang kamu malah mau tunangan. Apa kamu menemukan laki-laki yang lebih baik dari bang Ijaz???”
“Dengan bang Andre Liv....”

“Apa? Bang Andre yang seorang mantan nara pidana karena kasus narkoba itu? Bang Andre kan juga non muslim Rin?? Usianya juga selisih enam tahun sama kamu. Dia nggak pantas buat kamu Rin. Kerjaannya juga nggak tentu. Masih mending bang Ijaz kan Rin?”

Mendengar tanggapan Livi, sahabatnya, Arini menghela nafas panjang. Kemudian menyuguhkan senyum yang selalu terlihat menyejukkan.

“Justru itu Liv, aku ingin membantu bang Andre menjadi lebih baik. Alhamdulillah sekarang dia sudah menjadi muallaf, dan dia juga sudah mempunyai pekerjaan meskipun hanya sebagai pengusaha rumah makan. Masalah pantas nggak pantas kan cuma Allah yang mengetahuinya Liv... Untuk masalah umur tidak menjadi problem buatku.... Bukannya cinta itu tidak memandang usia? Buktinya saat Rasulullah menikah dengan Siti Khadijah saja perbedaan usia mereka dua puluh lima tahun, dan itu tidak dipermasalahkan oleh beliau. Lantas bagaimana mungkin aku mempermasalahkan usia bang Andre yang hanya lebih tua enam tahun dariku?”

“Tapi Rin, coba deh kamu pikirkan lagi untuk melanjutkan keputusanmu. Bang Ijaz pintar, alim, agamanya bagus, kerjaannya juga bagus. Sebentar lagi dia wisuda bareng kita-kita....”
“Keputusanku sudah jelas Livi, aku yakin dengan keputusanku....” Jawabnya masih dengan senyum mengembang.”

“Ya sudah terserah kamu saja. Aku sih cuma bisa berdo'a semoga kamu bahagia dengannya...”
Sebagai sahabat Livi berusaha untuk mengerti Arini. Karena memang itulah gunanya sahabat.

“Oh iya Rin, kalau boleh aku bertanya, apakah kamu mencintai bang Andre??”

“Cinta? Menurutku sih cinta itu hanya pantas kita tujukan kepada Allah semata, Tuhan yang telah menciptakan semesta beserta dengan kesempurnaannya. Untuk masalah cinta kepada pasangan kan diawali dengan niat hati, bukan dari mata turun ke hati seperti diucapkan oleh remaja-remaja masa kini... Dan aku yakin aku bisa mencintai bang Andre seiring dengan berjalannya waktu.”

“Ahh Rin, aku masih belum mengerti dengan keputusanmu.... Bagaimana pun juga bang Andre itu..........” Kalimat yang hendak Livi ucapkan hanya tercekat sampai di tenggorokkan tanpa sanggup ia lanjutkan.

“Bang Andre kenapa? Bang Andre agamanya masih belum sekuat bang Ijaz yang kamu maksud?” Livi hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Arini. Sedangkan Arini membalasnya dengan senyuman yang masih seperti biasanya, selalu menentramkan jiwa bagi setiap mata yang memandang.
“Tadi kan sudah aku jelaskan Livi, aku ingin membantu bang Andre menjadi muslim sejati. Ketika dia mengajukan niatnya melamarku, aku mengajukan syarat agar dia masuk islam dan meninggalkan masa lalunya. Dan sekarang, dia benar-benar memenuhi permintaanku. Kata ustadz Yusuf, dia sekarang aktif mengikuti pengajian dan rutin sholat berjama'ah di masjid. Niatku hanya didasarkan karena mengharapkan ridha Allah Liv, bukan karena nafsu atau yang lain.... Aku ingin menggapai cinta-Nya, agar aku benar-benar memiliki cinta sejati, cinta yang akan membawaku kepada kebahagiaan hakiki....”

“Subhanallah Rin, kamu memang benar-benar wanita soleha yang luar biasa. Aku terkadang iri terhadapmu Rin, aku ingin sepertimu tapi aku belum mampu. Beruntung sekali rasanya memiliki sahabat sepertimu....”

“Kembali lagi kepada niat Liv, aku yakin kamu bisa lebih baik dariku... Menjadi baik atau buruk itu kan tergantung niat... Bukan begitu sahabatku???” Kemudian mereka menyatu dalam pelukan. Menikmati kebersamaan yang selalu mereka rindukan. Memang begitulah indahnya persahabatan. Butuh waktu yang tidak sedikit untuk menikmati waktu bersama seorang sahabat. Setidaknya begitu pula lah yang tengah dirasakan oleh Arini dan Livi.


TAMAT
***********************************************************


Diikutkan dalam Lomba Cerpen Cinta Sejati tapi kalah :-)

Purbalingga, 11 Februari 2011 on 16:47

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Logo

Hasil Seleksi Tahap I Paramadina Fellowship (PF) 2011