KEJUTAN

KEJUTAN

Kamis, 10 Januari 2006

Hari masih cukup pagi. Jarum jam baru menunjukkan pukul delapan. Namun, sinar matahari di luar kelas begitu menyengat. Ruang kelas 9A yang terletak tepat di samping kanan aula tidak cukup menaungi kami sebagai tempat berlindung dari teriknya matahari. Bukan saja aku yang merasa gerah berada dalam ruangan tidak ber-AC ini. Kelihatannya seluruh penghuni kelas 9A pun tidak nyaman dengan situasi seperti ini. Keringat mengucur deras. Suasana kelas teramat gaduh karena kebetulan jam pelajaran kosong. Seluruh dewan guru tengah mengadakan rapat dipimpin Bapak Anggoro sebagai kepala sekolah. Entah hal apa yang sedang dibahas kami semua tidak ada yang tahu dan tidak mau tahu.

Gaduh, rame, berisik dan segala macam seakan menjadi tradisi kelas 9A saat sedang tidak ada guru. Sebenarnya tidak seluruh penghuni kelas 9A sering membuat onar. Tapi hanya beberapa saja dari kaum laki-laki. Mereka adalah kelompok geng yang beranggotakan Ardit, Endro dan triple Edi (Edi Purwanto, Edi Suroso Prasetyo dan Edi Purnomo). Sebenarnya ada empat Edi di kelas 9A, yang satunya adalah Edi Sutanto. Tapi dia tidak seperti Ardit, Endro dan Triple Edi yang bandelnya minta ampun dan sering membuat kekacauan. Edi yang satu ini pendiam dan lumayan rajin. Sama halnya seperti Wawan, Diding dan Andres yang biasanya terlihat bergelut dengan buku atau memilih berdiam diri di kelas ketimbang turut dalam kegaduhan. Sedangkan bagi kaum perempuan hanya bisa memendam amarah jika kaum laki-lakinya membuat kericuhan di kelas. Aku sendiri pun lebih memilih diam daripada ngomong ini itu yang sama sekali nggak pernah digubris. Biasanya sih yang gemar menegur gengnya Endro itu Diah atau Eli. Tapi tetap saja mereka menyebabkan kelas rame kayak pasar.

***

Jarum jam menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit. Alhamdulillah, akhirnya istirahat juga. Desisku dalam hati. Hampir semua anak berhamburan saling berebut keluar. Di kelas hanya tersisa aku dan beberapa teman yang lain.

"Chom, semuanya, kita ke kantin yuk....." Ucap Ainun yang kesehariannya selalu berjilbab tapi agak tomboy.

"Aku ikut. Mau ke kantin depan apa belakang?" Uut yang tengah duduk di sebelah Isha langsung menyahut ajakan Ainun.

"Kantin belakang aja ya Nun yang dekat?" Pintaku.

"Its oke, terserah kalian mau kemana....."

"Ais, Isha, kalian nggak ikut?" Tanyaku pada dua teman yang ku lihat tidak tampak beranjak dari duduknya. Ais tampak duduk di kursi di pojok belakang. Sementara Isha terlihat asyik membaca novel Harry Potter yang dipinjamnya dari perpustakaan sekolah.

"Nggak ah, aku belum lapar. Kalian duluan saja ke kantin....." Isha menjawab dengan suara khasnya yang pelan. Sementara Ais hanya menanggapi dengan gelengan kepala.

"Oya Sha, nanti kalau Dian nyariin suruh nyusul saja ke kantinnya Bu Anggi....." Sahut Ainun.

Dengan langkah gontai, aku, Arti, Uut, Emma dan Ainun melangkahkan kaki menuju kantin. Ternyata di kantin sudah ada beberapa teman sekelasku yang lain. Ada Eli, Diah, duo Eka (Eka Lestari dan Eka Aristiyani), Eni, serta Ade. Beberapa saat lamanya kami menyantap soto di kantin favorit kami itu. Setelah membayar soto yang kami nikmati, kami pun kembali ke kelas. Ternyata begitu memasuki ruang kelas, di situ telah ada Pak Kustam, wali kelas 9A.

"Ainun, sini kamu....."

"Iya Pak, ada apa ya?"

"Itu, saya mau menanyakan uang study tour sudah terkumpul semua apa belum. Soalnya mau secepatnya direkap....."

"Kemarin kan sudah saya setorkan ke Bu Yati dua juta enam ratus dua puluh lima ribu rupiah. Sekarang masih sepuluh anak lagi yang belum bayar Pak. Jadi saya baru pegang satu juta seratus dua puluh lima ribu rupiah....." Ainun menyodorkan catatan pembayaran study tour anak kelas 9A. Dia memang ditunjuk sebagai bendahara kelas.

"Ya sudah tidak apa apa. Sekarang setorkan dulu seadanya. Nanti yang lain tolong dikoordinasi ya Nun...!!"

"Baik pak, ini uang...... Loh kok? Dimana uangnya?" Ainun teriak ketika membuka tasnya. Keterkejutan Ainun mengalihkan perhatian semua anak. Endro dan kawan kawan yang baru saja datang tidak kalah heran melihat keributan di kelas 9A.

"Ada apa Nun? Uangnya kenapa?" Pak Kustam beranjak mendekati Ainun. Tidak butuh waktu lama kami semua sudah mengelilingi Ainun.

"Uangnya nggak ada Pak. Sebelum ke kantin tadi saya taruh di kotak pensil, terus saya masukkan ke dalam tas. Biasanya juga kayak gitu nggak pernah hilang. Karena saya yakin semua anak kelas 9A semuanya amanah." Mata Ainun terlihat berkaca-kaca. Aku yang berdiri tepat di sampingnya merasa iba.

"Tapi ini kan kelalaian kamu Nun. Ini bukan jumlah yang sedikit. Mungkin kalau cuma seratus atau dua ratus ribu bisa saja Bapak ganti....."

"Tapi demi Allah Pak, saya nggak sengaja....."

"Iya Pak, Ainun nggak salah. Bapak kan lihat sendiri kami dari kantin. Biar ketahuan siapa pelakunya mending kita tanya siapa yang tadi istirahat tetap berada di kelas....." Usulku membela Ainun.

"Baiklah, anak anak, semua kembali ke tempat duduk masing masing. Bapak mau tanya. Tolong kalian jawab dengan jujur. Siapa yang tadi di kelas pada jam istirahat?"

"Saya pak! Berdua sama Ais. Tapi demi Allah bukan saya yang ambil. Saya tidak mungkin melakukan itu." Isha mengangkat tangan sambil berkata memelas.

"Berarti kemungkinannya cuma kalian berdua..."

"Tapi demi Allah bukan saya Pak. Dari tadi saya membaca buku ini Pak." Isha mengangkat buku tebal bertuliskan 'Harry Potter dan Batu Bertuah'.

"Saya sih bukan nuduh. Tadi saya lihat Ais entah ngapain membuka-buka tas Chomsiyah dan Ainun ketika saya berdiri di depan pintu."

"Benar itu Ais?" Dengan suara lantang Pak Kustam bertanya.

"Be..be..benar Pak. Tapi saya berani bersumpah bukan saya yang ambil."

"Mana ada maling ngaku...?" Beberapa anak terdengar memaki Ais.

"Teman temanmu benar. Buat apa kamu buka tas Ainun sama Chomsiyah kalau bukan mau mencuri. Kalau kamu butuh uang bilang saja. Nanti Bapak pinjamin. Jangan bertindak memalukan seperti ini."

"Saya cuma... Saya cuma curiga di tas mereka ada......"

"Ada apa hah?? Ada uang banyak, begitu?" Bentak Pak Kustam dengan nada tinggi. Hal ini membuat suasana kelas yang tadinya dihiasi beberapa anak yang tengah berbisik lengang seketika. Semua terdiam. Kecuali Ais yang masih dengan tegar mencoba meyakinkan bahwa bukanlah dia yang mengambil uang study tour itu.

"Tapi Pak, saya nggak mengambil uang itu. Saya berani bersumpah. Mungkin Ainun sengaja menyembunyikannya untuk menjebak saya. Karena kemarin kami ada pertikaian kecil yang mungkin membuat dia dendam..." Aku nggak menyangka Ais akan berucap seperti itu.

"Apa kamu bilang Is? Enteng bener kamu fitnah aku tanpa bukti?" Ainun menjambak rambut Ais dengan berurai air mata.

"Sudah sudah... Diam semuanya. Kenapa kalian jadi berantem seperti ini? Ais, kalau memang kamu yang mengambil uang itu jujur saja gampang kan? Biar semuanya cepat kelar. Mungkin kita akan memaafkan kamu kalau kamu mau mengakui yang sebenarnya..." Aku bangkit dari tempat duduk dan langsung menggertak Ais. Seketika Ais terduduk. Dia tidak kuasa menahan air mata atas tuduhan demi tuduhan yang ditujukan kepada dirinya. Ais bersujud di hadapan Pak Kustam sambil terus mengelak bahwa dia bukanlah pelaku pencurian itu.

"Kamu masih nggak mau ngaku juga Is, setelah aku melihat sendiri kamu sedang membuka buka tas Chomsiyah dan Ainun?" Isha yang sedari tadi memilih mengunci mulutnya, kini ikut angkat bicara.

"Ta..ta..tapi..."

"Tapi apa? Masih tetap nggak mau ngaku kamu?"

"Tapi aku...." "Sekarang tanggal berapa coba??"

"Se..se..sepuluh agustus!"

"Satu, dua, tiga..." Emma memberi aba aba.

"Happy Birthday Ais, Happy Birthday Ais,happy birthday happy birthday, happy birthday Ais..." Bagaikan koor kami menyanyikan lagu happy birthday sambil melumuri Ais tepung terigu kering dan telor setelah sebelumnya Eka Aris melemparinya plastik setengah kiloan yang berisi air. Suasana kelas ramai seketika. Aku pun menyalami Ais mengucapkan selamat ulang tahun disusul yang lainnya. Menyadari bahwa dirinya ternyata dikerjain, Ais malah semakin terisak. Mungkin ia terharu. Di tengah isaknya, Ais berkata terbata-bata.

"Teman teman. Terima kasih atas semua kejutan ini. Ini adalah hadiah paling mengesankan dalam hidupku. Aku nggak akan pernah melupakan ini semua. Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih buat Pak Kustam." Tepuk tangan menggema di ruang kelas 9A. Hari itu merupakan hari dimana aku merasakan betapa indahnya jalinan persahabatan yang dilandasi atas dasar kasih sayang. Tanpa disadari sebutir kristal jatuh bergulir di pipiku.

Sahabat sahabat masa SMP yang takkan pernah terlupa. Setelah lulus dari SMP Negeri 2 Purwojati, aku memang tidak pernah lagi menjumpai mereka. Dulu Ainun memang masih kerap kali main ke rumah saat aku liburan sekolah atau saat idul fitri. Sekarang dia sudah punya keluarga sendiri. Jadi waktunya pasti tercurah buat mengurus keluarga dan juga buah hatinya yang entah umur berapa bulan aku kurang begitu ingat. Semoga menjadi anak yang soleha. Maafkan aku karena aku belum menyempatkan waktu untuk mengunjungimu Nun. Buat Isha yang sebentar lagi UAN SMA good luck ya. Semoga bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Buat teman teman semua, khususnya mantan alumni kelas 9A angkatan 2007, love you semuanya. Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan dengan tulisan ini. Maaf pula karena tidak bisa menyebutkan nama kalian satu persatu disebabkan keterbatasan ruang. Yang pasti kalian adalah sahabat sahabat terbaik yang pernah aku kenal. You are my unforgettable friends.

**************
Purwokerto, 25 Januari 2011

Diikutkan dalam lomba Cipta Cerpen Ulang Tahun UNSA group

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Logo

Hasil Seleksi Tahap I Paramadina Fellowship (PF) 2011