Sakit Hati Karena Gagal??? No Way Donkkk.........

Sakit Hati Karena Gagal??? No Way Donkkk.........

Kegagalan. Ketika kata ini terdengar, rasanya begitu menyeramkan. Sebab, setiap insan tidak pernah mendamba dan pastinya tidak ingin mengalami yang namanya kegagalan.


Kegagalan akan membuat seseorang tertekan. Kegagalan akan menyebabkan kekecewaan. Kegagalan pula yang terkadang mengancam impian masa depan apabila tidak dibentengi dengan kekuatan iman. Karena kegagalan dapat membawa kita kepada dimensi kehidupan yang tidak nyaman, dimana hal tersebut akan mengakibatkan keputusasaan dan penyesalan yang berkepanjangan.

Seperti halnya aku. Kegagalan kerapkali membuatku dilema terhadap kehidupan. Kegagalan seringkali membuatku putus asa. Bahkan pernah pula terselip pikiran negatif untuk mengakhiri hidup hanya karena kegagalan yang kurasa menyesakkan dada.
Tapi kini, kegagalan bukan lagi hal yang aku takutkan. Karena dengan kegagalan aku mampu bangkit menjadi lebih baik.

Sakit. Ya, itulah yang dulu aku rasakan ketika kegagalan menyapa. Contohnya saja berbagai macam ajang kompetisi dan olimpiade yang aku ikuti sejak SD hingga SMA. Dari kesekian banyak kompetisi yang aku ikuti itu, tak satupun gelar juara aku raih. Bahkan sebagai juara harapan sekalipun. Bagaimana mungkin kekecewaan itu tidak muncul? Selama berbulan-bulan aku intensif mempelajari matematika untuk olimpiade, berbulan-bulan aku berlatih tenis meja, terkadang aku harus merelakan tidak mengikuti pelajaran hanya untuk berlatih, tapi hasil yang dicapai tidak sesuai harapan. Huhh, kala itu dunia terasa begitu sempit, menghimpit.

Pernah pada suatu ketika, aku hampir berhasil dari olimpiade pengetahuan sosial tingkat propinsi untuk seleksi tingkat kabupaten. Tapi lagi-lagi semuanya berujung kegagalan. Saat itu aku kelas dua SMP. Pada hari rabu siang, ketika aku hendak pulang sekolah, Pak Sungkowo memanggilku. Aku diutus menjadi duta lomba untuk mewakili sekolah, yang berlangsung di SMP Negeri 5 Purwokerto pada keesokan harinya. Tanpa berpikir panjang aku langsung menolak tawaran tersebut. Namun akhirnya dengan "terpaksa" aku mengiyakan setelah dibujuk sedemikian rupa. Aku menolak bukan tanpa alasan. Tapi aku menolak karena sama sekali belum ada persiapan.
Berbagai energi positif aku himpun sekuat tenaga. Pulang sekolah yang seharusnya aku gunakan untuk istirahat tidak lagi berlaku untuk saat itu. Aku membongkar lemari berisi buku-buku. Kuambil beberapa buku yang dianggap penting. Lalu kubaca sekilas-sekilas sambil mencermatinya. Keseluruhan buku yang berhasil kukumpulkan berjumlah delapan belas buku. Wow, betapa banyaknya aku pikir.

*****************************************************************

Kamis, 15 Juni 2006

Kompetisi yang berlangsung selama dua jam berjalan lancar. Dadaku berdebar kencang menunggu pengumuman yang sebentar lagi dibacakan oleh panitia. Dan subhanallah, aku masuk semi final. Tidak mengira, tidak menduga. Sungguh sebuah kenyataan yang sulit untuk dipercaya. Dengan persiapan yang sangat minim aku mampu menyingkirkan ratusan peserta lain, dari sekolah-sekolah yang jauh lebih bonafide dari sekolah tempat kumenuntut ilmu.

Aku pikir ini adalah saatnya menjadi pemenang. Meski hanya sebagai juara tiga, tak apa bagiku. Namun, lagi-lagi Allah belum berkenan memberiku kesempatan untuk memperoleh gelar juara. Dari sembilan semi finalis, hanya tiga anak yang berhak masuk ke babak final. Dan aku, tidak termasuk salah satu dari ketiganya. Sedih, kecewa, dan marah bercampur dalam gejolak rasa. Namun apa daya semua memang begitu adanya. Lagi-lagi tetap kegagalan yang datang menyapa.

*****************************************************************

Sahabat, kegagalan yang kualami tidak berhenti sampai di sini. Aku kembali bertubi-tubi mengalami kegagalan yang tak ringan. Yang seringkali membuatku depresi karenanya. Satu hal yang masih mampu kuingat dengan jelas, yaitu terjadi pada awal tahun 2010, tepat saat menjelang kelulusan SMA. Puluhan test beasiswa masuk Perguruan Tinggi aku ikuti. Tidak sedikit pula modal yang terbuang sia-sia. Mulai dari modal pikiran, biaya, sampai waktu. Hal tersebut benar-benar membuatku depresi. Sebab, hanya melalui beasiswa lah aku mempunyai harapan untuk bisa melanjutkan kuliah. Namun, ternyata beasiswa bukanlah menjadi jalanku. Aku dihadapkan dengan kenyataan pahit bahwa aku memang tak pantas kuliah.

Karena tak satu pun seleksi beasiswa masuk Perguruan Tinggi yang aku ikuti lolos, maka aku pun mengambil alternatif lain untuk masuk ke sebuah lembaga pendidikan multi profesi satu tahun di kotaku. Awalnya aku kira ini adalah pilihan tepat yang aku ambil. Sebab, selain biaya lebih murah dan waktu kuliah yang hanya satu tahun, salah satu jurusan yang menjadi minatku juga ada di sini. Namun malang nasibku. Hanya karena jurusan yang aku ambil cuma diminati tujuh orang, akhirnya pihak kampus memutuskan untuk meniadakan kelas dan memindahkan kami ke jurusan yang sama sekali tidak aku minati. Ibarat kata, aku bagaikan orang paling malang di dunia. Sudah tidak bisa kuliah sesuai harapan, alternatif yang aku anggap paling tepat, ternyata keliru.

Mengapa sih aku harus gagal memperoleh beasiswa kuliah ke Perguruan Tinggi? Mengapa pula aku harus membuang-buang duit untuk daftar ini itu, membeli formulir dan segala macam kalau ujung-ujungnya hanya kegagalan yang bakal aku dapatkan? Mengapa selama ini banyak kegagalan menyelubungiku? Apa aku memang tidak pantas merasakan kebahagiaan? Mengapa pula Allah menakdirkan aku menjadi orang miskin sehingga untuk kuliah saja tidak mampu jika tanpa beasiswa? Mengapa, mengapa dan mengapa orang lain bisa dengan mudah masuk ke Perguruan Tinggi tanpa banyak berkorban? Apa yang kurang padaku? Ikhtiar sudah, berdo'a pun sudah. Tapi mengapa tetap saja aku gagal?
Itulah awal mula aku mulai menggugat takdir Allah, sebelum akhirnya aku mengetahui hikmah yang terkandung di balik kegagalan itu sendiri. Alhamdulillah, setelah melalui perenungan cukup panjang, akhirnya aku mengerti hakikat kegagalan yang sesungguhnya. Orang bijak berkata, kegagalan merupakan sebuah awal dari proses menuju keberhasilan. Ya, memang benar adanya. Menyikapi hidup memang bukanlah hal mudah. Terutama menyikapi sebuah kegagalan yang seringkali melanda.

Dari berbagai pengalaman kegagalan yang membuatku depresi, akhirnya aku dapat menarik kesimpulan dari sebuah proses pendewasaan. Aku akui, aku bukan lagi gadis kecil. Aku telah beranjak dewasa seiring berjalannya waktu. Tapi dulu, pemikiranku tak sedewasa usiaku. Aku masih bersikap kekanak-kanakan dalam menyikapi kegagalan, yang cenderung membuatku menutup diri. Dan ternyata kekecewaan yang berlebih bukan merupakan solusi. Justru hal tersebut menimbulkan masalah baru yang membuatku semakin terpuruk. Beruntung, sekarang aku sudah mampu berpikir positif dalam mengantisipasi setiap kegagalan yang dengan mudahnya bisa menyapa di mana saja dan kapan saja.

Menyikapi kegagalan membutuhkan manajemen hati yang kuat. Di mana kunci utamanya adalah berupa ikhlas. Ya, ikhlas dari dalam hati. Yang sering menjadi masalah adalah, sulitnya cara menumbuhkan ikhlas pada hati seseorang. Kedengarannya ini spele, tetapi manifestasinya sungguh luar biasa dalam membentuk pribadi yang tangguh.

Ikhlas memang mutlak diperlukan. Sebagai contohnya adalah ikhlas dalam menjalani kehendak dan takdir Allah. Ikhlas menerima setiap cobaan dan kegagalan yang seringkali menyebabkan luka menganga.

Pada hakikatnya, ikhlas terletak pada niat hati. Sungguh luar biasa sekali niat ini, karena niat adalah pengikat amal.

Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar teramat penting untuk menggapai hidup menjadi mudah, indah, penuh warna dan lebih bermakna.
Alhamdulillah, kegagalan yang berkali-kali, membuatku lebih dewasa dalam menyikapi hidup. Dan sekarang, aku siap menghadapi kegagalan-kegagalan berikutnya yang mungkin akan terjadi. Aku tak perlu lagi sakit hati karenanya. Sebab, aku telah mampu bersikap ikhlas dalam menghadapi setiap kemungkinan yang terjadi dalam hidupku. Bahkan, kemungkinan terpahit sekalipun. Karena sejatinya, ikhlas adalah obat paling mujarab yang tiada tandingannya. Semoga dengan niat yang ikhlas, segala tindakan mendapat ridha-Nya. Amin...!!

*****************************************************************

Diikutkan dalam lomba menulis Pengalaman Pribadi oleh QultumMedia (gak lolos)
Purbalingga, 14 Februari 2011 on 04:11

Komentar

  1. jangan takut gagal karna pasti gagal.Kegagalan adalah sebuah paket yang harus di ambil bersama kesuksesan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Coment please...

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Logo

Hasil Seleksi Tahap I Paramadina Fellowship (PF) 2011