Gadis Inspirasional

Gadis Inspirasional

Terik matahari terasa memanggang hingga mengucurkan keringat lewat liang pori tak berjumlah. Tara dan Vania, dua sahabat tak terpisahkan itu tengah berjalan beriringan. Persahabatan mereka sebenarnya belum terlalu lama. Mereka pertama kali kenal saat MOS (Masa Orientasi Siswa) di SMA. Kendati demikian mereka cepat sekali akrab. Perbedaan yang mencolok di antara mereka tidak membuat mereka lantas menjauh. Justru mereka menyikapinya untuk saling melengkapi.


"Tara, besok malam kamu acaranya kemana?"

"Besok malam? Ada apa dengan besok malam?" Tara menghentikan langkahnya sejenak sebelum akhirnya memasuki perpustakaan yang menyejukkan. Ruangan berkapasitas cukup besar di sekolahnya itu memang ber-AC. Sehingga bagi sesiapa yang kepanasan akan merasa nyaman berada dalam ruangan itu.

"Besok malam kan malam tanggal empat belas Februari?"

"Terus? Ada apa dengan tanggal empat belas Februari?" Tara mengernyitkan dahi sambil tangannya terus memilih-milih buku di rak berkategorikan 'AGAMA'.
"Memang nggak ada yang istimewa buat kamu Ra?"

"Istimewa apa sih Van? Bagiku semua hari ya sama saja. Paling hari-hari tertentu seperti tanggal 9 Dzulhijjah, 10 Muharram, bulan Ramadhan, dan masih ada beberapa yang istimewa bagiku untuk menjalankan ibadah-ibadah tertentu..."

"Itu loh. Empat belas Februari kan hari valentine Ra. Kamu nggak mau kita tukeran kado sebagai tanda kasih sayang antar sahabat? Selama ini bukannya kita sudah sangat dekat? Nggak salah dong kita saling mengungkapkan cinta sesama sahabat?" Mendengar ucapan Vania, Tara hanya tersenyum.

"Ra? Kok kamu diam? Kamu nggak mau ya kalau kita saling mengasihi?"

"Bukan Van, bukan begitu maksudku. Kita boleh saja saling mengasihi sesama. Bahkan dalam islam hal ini sangat dianjurkan. Dan itu bisa kita lakukan kapan saja, dimana saja. Bukannya pada tanggal empat belas Februari."

"Kamu benar juga sih Ra. Tapi kan kita boleh dong ikut merayakan valentine? Ini kan cuma setahun sekali. Dulu waktu aku SMP juga begitu. Setiap valentine aku dan teman-teman pasti saling bertukar hadiah."

"Nggak Van. Dalam islam nggak ada yang namanya valentine. Valentine itu hanya budaya orang-orang kafir. Dan Rasul pernah bersabda, bahwasanya seorang muslim itu tidak boleh mengikuti budaya suatu kaum yang bukan merupakan budaya agamanya. Sebab jika ia ikut ikutan, niscaya ia sama halnya dengan kaum tersebut."

"Hemmm, begitu ya Ra? Terus bagaimana tuh hukum bagi umat muslim di sekitar kita yang seringkali merayakan valentine pada setiap tahunnya? Padahal beberapa diantaranya adalah gadis berjilbab seperti kamu ini."

"Nah itu dia letak kekeliruannya. Maka dari itu, sebagai saudara sesama muslim kita wajib mengingatkan. Hal ini merupakan tugas dan tanggung jawab kita dalam menebarkan kebaikan dan berbagi ilmu. Meski terkadang apa yang kita lakukan akan mengundang banyak kontroversi."

Bel tanda waktu istirahat telah habis berbunyi. Tara dan Vania kembali ke kelas. Mereka langsung menuju tempat duduknya masing-masing. Kebetulan mereka satu kelas dan duduk bersebelahan.

"Pengumuman pengumuman..! Hari ini kita pulang cepat. Ada rapat komite mendadak. Sebentar lagi bel panjang pasti berbunyi....." Teriakan Ardi yang baru saja masuk kelas membuat penghuni kelas 10-B bersorak gembira. Sementara Vania dan Tara yang tengah asyik membaca buku harus kaget karenanya.

"Tet...tet...tetttt..." Nyata yang dikatakan Ardi. Tidak lama kemudian bel panjang berbunyi. Semua anak bergegas memasukkan bukunya ke dalam tas. Di tengah ramainya anak-anak yang mulai berlarian hendak keluar, Tirta, sang ketua kelas mencegah agar anak-anak kelas 10-B tidak pulang terlebih dahulu.

"Teman-teman, mohon perhatiannya sebentar....." Suasana gaduh berubah lengang. Beberapa anak yang sudah berdiri hendak meninggalkan kelas, kembali ke tempat duduknya.

"Berhubung lusa adalah hari valentine, setiap anak wajib membawa hadiah untuk kemudian dikumpulkan dan dibagikan secara acak dalam kelas kita. Nggak usah mahal-mahal. Yang murah saja nggak apa-apa. Yang penting maknanya. Sekedar sebagai tanda kasih sayang agar persahabatan kita semakin erat."

"Aku nggak setuju..." Tara berucap sambil bangkit dari duduknya.

"Aku sependapat dengan Tara..." Vania menambahkan.

"Apa-apaan sih kalian berdua? Ini kan untuk kita semua. Untuk mempererat persahabatan kita. Apa kalian sudah bosan tinggal di kelas ini?" Endri yang duduk di pojok belakang menimpali dengan nada tinggi, disusul oleh cacian yang lainnya.

"Endri, duduk...!! Tenang dulu. Jangan emosi. Kita tanya apa alasan mereka." Sebagai ketua kelas Tirta memang selalu mampu mengatasi masalah agar tidak terjadi pertengkaran. Wibawanya sebagai ketua kelas selalu menyejukkan.

"Teman-teman semua, mohon maaf sebelumnya jika ucapanku kurang berkenan. Jadi begini, aku bukannya tidak menghargai persahabatan di kelas kita. Tapi perlu teman-teman ketahui. Valentine itu bukan budaya agama kita. Jadi tidak sepantasnya kita mengikuti budaya yang dapat menjerumuskan kita ke dalam dosa. Bukankah kita bisa mencurahkan kasih sayang kita itu kepada sahabat setiap saat tanpa batas ruang dan waktu? Bukankah saling mengasihi itu sudah menjadi kewajiban kita sebagai saudara? Jadi nggak harus terbatas pada tanggal empat belas Februari saja. Bukankah selama ini digembar-gemborkan bahwa segala sesuatu yang didalamnya tidak ada dalil atau sumber yang mendukung adalah haram hukumnya? Alangkah lebih baiknya uang untuk membeli hadiah tersebut kita kumpulkan dan kita kasihkan kepada Pak Salim, tukang kebun sekolah kita. Atau kepada Riana yang harus putus sekolah karena tidak mempunyai biaya....."

Tara berkata begitu tegas di hadapan teman-temannya. Ucapannya membuat seluruh penghuni kelas 10-B seakan terhipnotis. Tara memang gadis cerdik dan pandai berargumentasi. Dalam setiap debat, tidak pernah seorang pun mampu mematahkan pendapatnya. Ucapan Tara ternyata membuat banyak anak meneteskan air mata haru. Hal itu membuat Tara semakin dicintai oleh sahabat-sahabatnya. Setelah kejadian itu, teman-teman sekelasnya tidak lagi merayakan valentine. Bahkan mereka berusaha menularkannya pada orang-orang di sekitar mereka. Setiap minggu mereka juga berinisiatif untuk menyisihkan uang saku untuk kemudian disumbangkan kepada orang yang kurang beruntung. Sepatah kata dari mulut seorang Tara ternyata mampu mempengaruhi banyak orang. Hingga sekarang mereka duduk di perguruan tinggi, budaya membantu sesama mereka galakan di kampus masing-masing. Selain itu, mereka juga giat melakukan dakwah di berbagai lingkungan. Terutama di hadapan generasi muda agar tidak lagi merayakan valentine yang merupakan budaya yang menyesatkan. Sudah sepantasnya sebagai generasi muslim kita kumandangkan 'Say No to Valentine'. Dengan tulisan ini semoga akan muncul Tara-Tara selanjutnya untuk memperbaiki generasi Indonesia agar menjadi insan yang berakhlak mulia dan berwawasan luas.

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Logo

Hasil Seleksi Tahap I Paramadina Fellowship (PF) 2011