Kesempatan Itu Milik Semua (Cerdak Maret 2013, yang lagi-lagi gagal)



Biar cuma masuk nominasi 10 besar, yang penting heppiiiiiiiii...

Langit senja menyemburat jingga. Kupu-kupu nan cantik terbang rendah di atas kuntum bunga yang mulai bermekaran. Sementara di sudut taman Indri manyun sambil mengayun-ayunkan kaki. Saiful yang merupakan kakak Indri bête melihat kelakuan adiknya yang gaje gitu.


“Ndri, lo kenapa sih manyun mulu semenjak pulang sekolah tadi? Katanya mau bersepeda keliling taman? Masa gue dicuekin gini? Coba ngaca deh, bibir lu sampe bisa dikuncir tuh,” goda Saiful, berharap Indri bisa tertawa seperti biasanya. Tapi ternyata godaan Saiful nggak mempan.
Brakkk. Indri membanting perlengkapan lukisnya. Kemudian ia menyambar sepeda dan pergi meninggalkan Saiful yang terbengong-bengong.
***

Petang beranjak malam. Saiful dan kedua orangtuanya baru saja usai makan malam. Namun Saiful bingung, sang adik yang biasanya rame dan berebut acara televisi dengannya semenjak sore tidak juga muncul. Ia pun naik ke lantai dua, di mana kamar Indri berada.
Saiful langsung masuk tanpa permisi begitu melihat kamar Indri yang pintunya dibiarkan terbuka. Dilihatnya sekeliling kamar yang semuanya serba bernuansa spongebob. Kemudian, mata Saiful mendapati Indri tengah tengkurap di atas kasur yang sepreinya juga bergambar spongebob. Saiful sering mengejek Indri. Apa menariknya spongebob coba? Muka kotak berwarna kuning. Idiiih, Saiful bergidik.

“Eh spongebob, kenapa lu nggak ikut makan malam? Lagi sariawan ye?” Saiful mendaratkan pantatnya di samping Indri. Sementara indri yang sedang memain-mainkan pensil hanya menengok tanpa menyahut. Lagi-lagi Saiful usil. Dua batang cokelat dan satu cup es krim di hadapan Indri yang mulai meleleh langsung dimakannya sampai tandas. Namun yang membuat Saiful heran, Indri sama sekali tidak marah. Ini tentu tidak wajar. Jangankan diembat semua begitu, biasanya Saiful hanya mengambil sepotek saja Indri biasanya menjerit-jerit heboh.

“Hello? Lo kesurupan jin apa sih, Non? Tumben-tumbenan lo nggak ngamuk cokelatnya gue ambil?” Saiful merebut pensil dari tangan Indri. Diperlakukan begitu, Indri melotot. Tapi sesaat kemudian Indri kembali diam seribu bahasa.

“Eh, lo kenapa sih gaje gitu? Bikin gue sutris deh punya adek kayak lo. Kalo ngambek nggak jelas sebab musababnya. Gue kan beteee, nggak ada partner buat berantem,” mendengar Saiful berteriak, Indri malah sesenggukan. Tentu saja Saiful semakin bingung menghadapi adiknya ini. Saiful menengok ke lantai di samping kasur Indri. Di sana ada spidol, penghapus dan teman-temannya bergeletakan menyedihkan. Tuing-tuing, Saiful akhirnya tahu penyebabnya.

“Hemmm, jadi ini toh sebabnya? Udah ya, jangan nangis. Cup cup, ntar gue beliin lollipop sebiji deh kalo lo senyum,” Saiful membelai rambut Indri.

“Hua? Sebiji, kuraaang. Pelit amat jadi kakak,” Indri kembali sesenggukan.

“Kenapa lagi sih lo? Gambar lo ditolak lagi?” Saiful memunguti peralatan gambar malang itu dan menaruhnya di hadapan Indri. “Nih ya, lo gambar aja muka gue. Siapa tahu Bunda terharu dan langsung jatuh hati begitu lihat goresan tangan lo yang gambarnya muka memelas gue ini. Kalo berhasil, lo gue ajak mendaki gunung sambil koprol,”

“Kok gunung? Nggak ada tempat lain yang lebih keren, ya?”

“Ketimbang teriak kemenangan di pinggir empang, mendingan gunung dong! Ayo semangat. Gue bakal bantuin baca mantra biar gambar lo lolos di Story,” Saiful menyemangati Indri. Mumpung masih muda dan semangat, Saiful mempunyai prinsip untuk tak pernah berhenti mencoba, selagi kesempatan itu masih ada. Hal itu pula yang ia terapkan agar adiknya tak patah arang.

“Kak, gue tuh sebel banget. Hampir tiap hari gue majang gambar di group Story, masa Bunda gak sedikit pun meliriknya. Nah si Jang Shan, dia yang baru nongol masa langsung dapet kesempatan dimuat gambarnya. Beteee,” Indri berteriak putus asa. Saking gemasnya, Indri googling dan nekat mencuri gambar yang ada di sana. Ia berniat memamerkan gambar tersebut ke group Story. Mendapati hal itu, Saiful marah.

“Lo jangan gitu dong. Itu namanya lo bunuh diri. Coba lo pikir, kalau ketahuan, lo sendiri yang bakal jelek. Dengan begitu secara tidak langsung lo udah membuat orang berpikir kalo lo itu plagiator. Inget dong kata Bunda, bahwa kreatifitas adalah proses. Gak mungkin orang sukses itu tanpa melalui proses. Segala sesuatu gak ada yang instan dan serta merta,” Saiful menceramahi Indri.

“Terus, gue mesti gimana?” Indri bingung.

“Gambarlah dengan rasa cinta, niscaya lo bakal mendapatkan hasil yang maksimal. Percaya deh, lo pasti bisa. Ingat, setiap dari kita memiliki kesempatan yang sama untuk meraih sebuah impian asalkan kita tak lelah berusaha,” Saiful terus berceramah. Sementara Indri mulai senyum-senyum sendiri. Ia mulai mengambil kertas dan pensil gambarnya. Kata-kata Saiful benar. Ya, cinta mengalahkan segalanya. Karena cinta merupakan hal yang mampu mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Indri tersenyum optimis. Aku pasti bisa. Gumamnya dalam hati.[ ]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Logo

Hasil Seleksi Tahap I Paramadina Fellowship (PF) 2011