Ada Kamu Di Hatiku, Cerdak Story September yang gagal

Bian gundah gulana. Pasalnya Fani, gadis betawi yang dulu manis, baik hati dan tidak sombong, kini menjelma menjadi makhluk mengerikan yang sebentar-sebentar marah dan sebentar-sebentar manyun. Ferdinand sahabatnya menyarankan supaya Bian segera memutuskan Fani.




"Gue cinta mateee sama Fani, Ferdinand. Gue gak bisa putus sama Fani,"

"Emang lo mau digituin terus sama Fani?" Ferdinand gemas.

"Nggak,"

"Ya udah putus aja, cari yang baru yang lebih baik!"

Malam ini langit terlihat terang. Dengan ditemani secangkir moccacino dan sate ampela yang berhasil dicurinya dari dapur tetangga, Bian memandang langit sambil merenungkan obrolannya dengan Ferdinand siang tadi. Ia gundah, gulana dan nestapa. Bian yang teramat mencintai Fani tak mungkin menuruti saran Ferdinand yang seenak hati dilontarkannya.

Memikirkan nasib hubungannya dengan Fani yang seperti diobrak-abrik sapu lidi, Bian pusing tujuh keliling hingga tujuh hari. Bian gelisah. Apalagi Fani tiba-tiba tambah aneh dengan ikutan les tari balet dan les Bahasa Korea. Emang gak ada hubungannya antara tari balet dengan Bahasa Korea, tapi ada hubungannya dengan Ferdinand. Lho, kok? Ya, ternyata setelah diselidiki, Ferdinand juga ikutan kursus Bahasa Korea, malahan bersedia antar jemput Fani.

"Kok lo jadi deket gitu sama Fani?" tanya Bian marah.

"Emang gak boleh? Kan kalian udah putus?" jawab Ferdinand.

Toweweng. Bian blingsatan. Dia belum bilang putus sama Fani, kenapa tau-tau Ferdinand malah berkata begitu. Ada apa sebenarnya ini.

Mendengar jawaban Ferdinand yang sungguh sangat tidak enak, emosi Bian meledak bagai kompor Mpok Erin yang tempo hari juga meledak dan bunyinya dengan sukses membuat gendang telinga Ariel, tetangga sebelahnya pecah. Karenanya, Ariel pun harus masuk rumah sakit guna menjalani perawatan intensif.

“Jangan sembarangan berucap, Fer,” suara Bian sember. Mukanya merah menahan amarah. Semerah kepiting rebus yang menjadi makanan favorit Fani. “Gak mungkin dan gak akan pernah gue mutusin Fani. Lo kan tahu sendiri kalo gue cinta mati sama Fani. Dan gak ada yang bisa menggantikan posisi Fani di hati gue,”

“Tapi sayang tuh, Fani gak cinta mati sama lo. Dia malah dengan mudah menggantikan posisi lo di hatinya dengan gue,” Ferdinand menjawab dengan wajah innocent. Terang saja, hal tersebut membuat Bian geram. Tanpa ba bi bu, Bian langsung menendang tembok di sampingnya yang tidak berdosa. Alhasil, Bian meringis kesakitan. Hatinya mendidih mendengar penuturan Ferdinand. Jika di atas dadanya ditaruh sebutir telur pun pasti akan langsung matang saking panasnya.

Bian menuju rumahnya dengan perasaan tak menentu. Ia ingin segera melahap habis semur jengkol buatan emaknya tadi pagi. Nah loh, apa coba hubungannya perasaan Bian dengan semur jengkol? Jelas ada dong. Setiap kali Bian marah, maka sasaran yang akan dibantai adalah semur jengkol, daripada membantai binatang tetangga apalagi membantai orang, kan bisa merugikan orang lain. Jika yang dibantai adalah semur jengkol sepanci, maka ia tidak akan merugikan orang lain. Melainkan perutnyalah yang akan menjadi korban. Sebab keesokan harinya pasti Bian mules-mules dan bisa puluhan kali mondar-mandir ke kamar mandi.

“Eh, darling. Pacaran ama lo gak enak, gak pernah dijajanin," celetuk Fani suatu hari. "Makanya gue marah-marah mulu," tambahnya lagi sambil mengulum lollipop rasa melon.

Dunia berputar di mata Bian, bagai melihat Fani berputar dalam tarian baletnya. Jika dipikir, benar juga ucapan Fani. Selama tujuh bulan pacaran, Bian hampir tak pernah mengajaknya makan apalagi nonton. Jika mengajak jalan-jalan, biasanya Bian mengajak Fani jalan kaki ke pasar malam. Itu pun tidak membeli apa-apa. Dan paling mewah, Bian palingan mengajak Fani jalan naik sepeda ontelnya keliling komplek.

“Salah yayang Fani sendiri gak pernah minta dijajanin,” Bian menjawab sekenanya.

“Inisiatif dong darling. Masak nunggu gue minta? Tengsin dong kalo gue mesti minta dulu baru dijajanin,” sergah Fani secepat halilintar.

Mendengar jawaban Fani, Bian jadi merasa bersalah. Ia ingin menebus kesalahannya biar hubungannya bisa adem ayem seperti sedia kala.

“Fani, asal lo tahu, di hati gue cuma ada lo seorang. Maafkan jika selama ini gue udah egois. Sebagai permintaan maaf, gimana kalo ntar malem kita bikin candle light dinner di tepi empang belakang rumah? Nanti menunya kepiting rebus pake sambel ijo, dengan sekotak lollipop bermacam rasa. Kita juga bisa sekaligus memandang bintang kejora yang bersinar terang di langit. Pasti romantis,”

“So sweet,” mendengar kata kepiting rebus dan lollipop, hati Fani bagai taman dengan kuntum bunga yang mulai bermekaran. Glekk. Ferdinand yang mendengar obrolan Bian dan Fani langsung nangis bombay. Ternyata, usahanya selama ini yang gencar memprovokasi keduanya agar putus biar ia bisa mendapatkan Fani sia-sia belaka. Sudah jatuh tertimpa kontainer. Itulah peribahasa yang pantas untuknya. Karena setelah hubungan Bian dan Fani kian lengket, Ferdinand sendiri malah ditolak oleh tiga cewek yang ditembaknya.[ ]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Logo

Hasil Seleksi Tahap I Paramadina Fellowship (PF) 2011