Dalam Lingkaran Petaka (Komedi)

Dalam Lingkaran Petaka

Oleh : Akhwatul Chomsiyah Firdausa

Sang raja siang sepertinya sedang sangat gemar tersenyum. Sehingga hari ini pun ia memperlihatkan senyumnya yang paling lebar. Perlahan Tara (merupakan singkatan dari Tasem Ratiyem) menjejakkan langkahnya menelusuri pelataran kampus yang sangat luas. Berhubung ruang kuliahnya terletak di deretan paling belakang dari sekian ruangan yang ada di kampusnya, Tara pun menggunakan payung guna melindungi kulit yang teramat ia cintai.

“Huuh... Hari ini kok panas bangged kayak gini sih??? Kayak neraka aja,” Tara bergumam seorang diri seperti orang yang rada gimana gitu.

“Emang kamu pernah jalan-jalan ke neraka ya Yem? Sempet mampir ke sorga nggak?? Terus kamu sempet pula mandi di sungainya yang konon berupa sungai susu??” pertanyaan bodoh si ndut Fira yang tiba-tiba menampakkan diri membuat Tara jengkel dibuatnya.

“Yam Yem Yam Yem... Panggil gue Tara oon.. Gimana sih loe dibilangin kagak mudeng-mudeng,”

“Ah kamu Yem... Bukannya emakmu biasa manggil kamu Iyem? Kata mami aku nama yang diberikan orangtua tuh harus dihargai loh. Lah kamu malah merubahnya. Pamali loh kamu ntar,”

“Diem ah loe gembul... Lagian siapa pula yang merubah nama pemberian orangtua gue? Tara kan juga nama singkatan yang orangtua gue kasihkan. And panggilan Tara itu lebih keren ketimbang Iyem,” Tara dengan PeDe-nya membanggakan nama panggilan yang ia buat sendiri.

“Kata mami aku, kerenan juga pakai nama asli. Nama loe kan juga keren. Langka pula di kampus kita. Yang punya nama unik dan tak ada duanya kan cuma loe doang. Jadi mestinya loe bangga memakainya, Tasem Ratiyem alias Iyem. Dijamin nggak ada saingan,”

“Makasih ya atas pujiannya Fira gembul... Sekarang, loe minggir sono..!! Gue mau lewat...!!” Tara semakin jengkel mendengar ucapan sahabat yang sangat setia mengikutinya. Meskipun tak seorang pun mau berteman dengan Tara lantaran keanehan yang melekat padanya, namun lain halnya dengan Fira. Dia adalah satu-satunya orang yang paling peduli dengan Tara. Hanya saja perlakuan teman-temannya yang enggan menerimanya sebagai sahabat, membuat Tara sulit untuk menerima keberadaan Fira. Namun meski demikian, Fira tidak pernah merubah niat baiknya untuk tetap menjadi sahabat Tara walau ia tetap tidak pernah dianggap.

“Tunggu Yem. Kamu kan belum jawab pertanyaan aku, Kata mami aku nggak baik loh mengabaikan pertanyaan saudaranya,”

“Please deh. Pertanyaan yang mana sih gembul? Nyita waktu gue aja loe,”

“Itu tadi, yang aku tanya kamu emang pernah ke neraka ya? Mampir ke sorga??” Fira menodong Tara dengan pertanyaan-pertanyaan yang nggak penting.

“Au ah gelap... Susah ngomong sama orang oneng seperti loe mbul,”

“Gelap? Macam mana lagi kamu bilang gelap? Ini terang benderang Yem,”

“Dasar gembul....!!! Udah loe jangan ngomong sama gue lagi..!! Pusing sebelas kelilling gue debat sama loe... And inget, panggil gue Tara, bukan Iyem...!!” Tara pun berlalau meninggalkan Fira seorang diri.

“Neraka? Gelap? Ah si Iyem udah gila kali ya? Heran deh aku sama dia,” Fira masih bengong menatap punggung Tara yang semakin lenyap dari pandangan.

***********************************

“Tara... Tungguin...!!” David, seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia yang bertampang indo tiba-tiba memanggil Tara yang masih berdiri di depan gerbang kampus dengan payung keramatnya.

“Siapa loe? Kok tahu nama gue? Perasaan kita belum pernah ketemu deh? Atau jangan-jangan loe penggemar rahasia gue ya?” dengan Penuh percaya diri Tara memberondong David dengan pertanyaan yang menurut David nggak banget. Sambil nyengir gorila pula si Tara melontarkan tanyanya.

“Idiiih... Ini orang PeDe amat yee? Ternyata apa yang dikatakan Ruly bener ya? Ada cewek jadi-jadian macam gini?”

“Eh cumi... Apa loe bilang? Ngatain gue cewek apa tadi?” demi mendengar dirinya disebut cewek jadi-jadian, Tara pun sedikit emosi. (Nggak banyak, cuma sedikit loh emosinya)

“Owh, enggak kok Tara cantik,” mendengar David mengatakan bahwa dirinya cantik, Tara malah senyum-senyum sendiri mirip gorila atau entah mungkin kudanil.

“Hellow... Loe kenapa Ra? Kok senyam senyum gitu?”

“Ah enggak papa kok.. Habisnya loe adalah orang yang pertama kali bilang kalau gue cantik... Jadi malu gue.. Ihi ihi,” senyum Tara melebar, seperti simpanse yang kegirangan mendapatkan pisang.

“Ah itu sih perasaan loe aja kali Ra... Kamu kan memang cantik, masak iya baru gue doang yang mengatakan loe cantik?” David mulai menyesuaikan diri dengan sikap Tara. Ia tidak mau lagi menyinggung perasaan Tara. Seaneh apapun makhluk yang kini berada di hadapannya, toh ia sama-sama manusia juga. Jadi wajar kalau David tetap harus menghargainya.

“Beneran..!! Suwer samber gledek deh..!!”

“Ehm... Itu kenapa loe pakai payung Ra? Kata si Ruly, loe nggak pernah ketinggalan payung kemana pun loe pergi ya?”

“Mau tahu kenapa?” Tara berucap sok imut kayak marmut.

“He’emmb...” David membalasnya dengan ucapan yang tak kalah imut.

“Ya pastinya buat ngelindungin kulit gue dari terik matahari dong,”

“Apanya yang mesti dilindungi? Kan bukannya kulit loe, maaf, udah legam begitu??” David tetap memperlihatkan senyuman termanisnya agar cewek luar angkasa di depannya itu tidak marah.

“Ya justru itu gue selalu memakai payung kemana pun gue pergi. Berhubung kulit antik gue ini hitam legam melebihi orang negro, maka gue nggak mau kalau kulit gue malah nantinya tambah gosong ketika terpapar sinar matahari,” tanpa merasa terhina, dengan sangat bijak Tara menjelaskannya kepada David.

“Ohh begitu ya Ra??” ucap David menahan tawa yang tercekat di tenggorokannya.

“Kalau begitu, gue permisi pulang dulu ya Ra... Masih ada urusan penting yang mesti gue selesein,”

“Eitz,,, tunggu dulu!! Nama loe siapa? Gue kan belum tahu nama loe kok main nyelonong aja kayak odong-odong,”

“Sialan.. Ini cewek malah ngatain gue kayak odong-odong,” David bergumam dalam hatinya.

“Oh iya, gue David... Sahabatnya Ruly, temen sekelas loe yang konon katanya dia paling ganteng di kelas,”

“Oke David, gue seneng banget bisa kenalan dengan cowok bule seperti loe. Baik hati dan tidak sombong,”

“Iya iya, gue juga seneng bisa kenalan dengan loe langsung,”

"Apa? Loe juga seneng kenalan sama gue? Oh my God... Thank you so much... Akhirnya gue punya pacar orang bule,” Tara bersorak kegirangan seraya memeluk David.

“Eh... Saudara-saudara, tolong dengerin baik-baik!! Gue baru saja ditembak sama David... Cowok bule yang super ganteng, baik hati dan tidak sombong,” semua mata para mahasiswa yang baru saja membubarkan diri karena perkuliahan telah usai, tertuju ke arah David dan Tara berdiri.

“Tara, loe apa-apaan sih? Malu gue dilihatin orang-orang... Lagian siapa pula yang nembak loe? Siapa pula yang minta loe jadi pacar gue... Gue kan cuma bilang seneng berkenalan dengan loe. Nggak berarti gue minta loe jadi pacar gue. Mau ditaruh di mana pacar gue Fania yang mulus dan seksi itu?”

“Apa? Loe udah punya pacar ternyata?” Tara membelalakan mata ke muka David. Dan itu membuat David muak dengan cewek jadi-jadian yang kini mencengkeram lengannya sehingga ia pun tidak bisa pergi.

“Oke oke, mau loe udah punya pacar atau belum itu nggak masalah buat gue Vid... Yang penting gue cinta sama loe.. Kalau perlu loe putusin pacar loe biar nggak ada yang mengganggu hubungan kita... Bukan begitu honey sweetyku???”

“Astaga... Mimpi apa gue semalam kok begini jadinya?”

“Pasti mimpiin gue ya? Mimpiin kalau loe bisa jadi pacar gue? Pasti iya kan? Dan sekarang loe nggak lagi mimpi. Tapi ini nyata. Jadi loe harus bersyukur karenanya,”

“Alamak... tolong...” David semakin panik. Ingin hati segera kabur dari Tara, tapi apa daya pegangan tangan Tara begitu erat mencengkeramnya.

“David, loe apa-apaan? Tadi katanya mau pulang duluan karena ada janji sama bang Ruly... Tapi ternyata malah lagi mesra-mesraan sama si negro? Mulai sekarang kita putus. Gue nggak mau lagi ngeliat muka loe... Ternyata semua makhluk bernama cowok itu sama aja. Palyboy cap cicak,”

“Fania tunggu..!! Dengerin dulu penjelasan gue.. Gue nggak playboy. Gue cuma sayang sama loe,” David sangat terkejut ketika tiba-tiba Fania memergokinya tengah berduaan dengan Tara. Meskipun David berusaha menjelaskan, Fania yang sudah terlanjur sakit hati tetap berlalu meninggalkan David dengan berurai air mata.

“Ini semua gara-gara loe Tara sialan. Gue jadi diputusin sama pacar gue,”

“Bagus dong kalau gitu? Jadi loe nggak perlu susah-susah mutusin si Fania biar leluasa pacaran sama gue,”

“Wadawh.... Tolong...!!” David yang tidak tahu harus berbuat apa agar lepas dari Tara malah pingsan, tak sadarkan diri tiga jam lamanya. Dan ketika terbangun, David hanya melongo melihat Tara nyengir di sampingnya. Alhasil, David pun kembali pingsan. Rasa penasarannya kepada gadis bernama Tasem Ratiyem alias Tara yang ia dengar dari sahabatnya, Ruly, justru membuat David terjebak dalam lingkaran petaka yang tiada ujung.
***********************************

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Logo

Hasil Seleksi Tahap I Paramadina Fellowship (PF) 2011