Keliru Menduga - Cerdak Mei 2013. Uyeye, gagal lagii.. :)


Bruk. Marini menabrak tubuh seseorang. Buku-buku yang dibawanya sempurna berserakan di lantai.

“Mmm.. maaf pak, maaf. Saya gak sengaja,” Marini berkata terbata. Akibat hari pertama MOS-nya telat ia dihukum mengantarkan buku-buku ke perpustakaan. Tadi kakak OSIS hanya memberinya waktu lima menit untuk kembali ke ruang kelas. Sungguh, hari ini kemalangan bertubi menimpanya. Dimulai dengan bangunnya yang kesiangan, tertinggal angkot saat hendak berangkat, dan sekarang harus bertabrakan dengan kepala sekolah. Maka, tanpa banyak kata Marini tergesa membereskan buku-buku tersebut, lalu bergegas menuju perpustakaan, berhitung dengan waktu yang terus berjalan.


Bruk.Saat melintasi ruang TU, tubuh Marini kembali bertubrukan dengan seseorang. Buku-buku yang dibawanya lagi-lagi sempurna berserakan di lantai. Lututnya yang dengan keras membentur keramik terasa ngilu. Namun beberapa detik lamanya ia tertegun, menatap terpesona wajah orang yang ditabraknya. Wajah oriental dengan mata elang, dagunya runcing, tampak sempurna dan tentu saja semua cewek di sekolah ini melabelinya dengan cowok paling keren. Bukankah, bukankah itu Kak Ketua OSIS? Eh? Siapa ya namanya? Marini merasakan dadanya berdegup kencang.

“Mari aku bantu berdiri,” cowok itu mengulurkan tangan. Membuat Marini gelagapan, ragu-ragu menerima uluran tangan itu. Kalung berbandul cabe yang dirangkai dengan tali rafia di leher Marini bergoyang.

“Kenalin, aku Jang Shan,” cowok itu tersenyum.

“Kamu Marini, ya?” lagi-lagi Jang Shan yang berbicara. Sementara Marini diam membisu. “Haha, pasti kamu bingung bagaimana aku tahu namamu, ya? Kamu satu-satunya siswa kelas Nusa yang tadi pagi datang terlambat, bukan? Kemudian gemetar menyebutkan nama saat ditanya,” Jang Shan tertawa renyah. Entah bagaimana, Marini mendadak merasa istimewa bisa mengenal Jang Shan. Tawanya yang menyenangkan. Sikapnya yang penuh perhatian. Ah, ternyata cinta pada pandangan pertama kini menimpa Marini.

***

Matahari sempurna menyemburat di ufuk timur. Embun yang bergelayut di dedaunan perlahan meluruh diterpa sinar matahari pagi. Dengan senyum merekah, Marini berangkat sekolah. Hari ini merupakan hari pertamanya ia resmi menjadi siswa SMA Merdeka. Ah, ia kembali teringat perkenalannya dengan Jang Shan saat hari pertamanya MOS, kemudian pulangnya dibonceng pula. Apalagi di tengah perjalanan Jang Shan mentraktir Somay. Kemudian menyantapnya di bawah pohon kelapa sambil tertawa-tawa saat kecapnya menetes mengotori baju.

“Marini? Kamu sekolah di sini juga?” sapaan itu membuat Marini yang tengah duduk mendongak. Di hadapannya kini berdiri tubuh jenjang Nanda, sahabat setianya yang setelah lulus SD dulu pindah keluar kota. Dan setelahnya, keduanya tak pernah saling tahu kabar.

“Ya ampun Nanda? Kamu cakep banget, padahal dulu masih ingusan waktu lulus SD,”

“Kamu juga cakepan, Mar. Dulu kan rambutmu berantakan, jarang disisir,” keduanya tenggelam dalam cerita masa lalu, tertawa berdera-derai tanpa peduli mata-mata yang memandang, hingga akhirnya ucapan Nanda membuat Marini melukis mendung di wajahnya.

“Eh Mar, kamu tahu Kak Jang Shan? Itu loh, ketua OSIS yang cute banget,”

“Tentu tahu dong, Nda. Aku malah…” belum usai Marini berkata, Nanda memotongnya. Kebiasaan. Dari kecil Nanda selalu memonopoli pembicaraan.

“Kamu tahu gak, kemarin waktu hari terakhir MOS, saat istirahat di kantin aku gak sengaja numpahin jus ke bajunya karena kakiku kesandung. Tapi dengan coolnya dia tersenyum, bilang tidak apa-apa sebelum aku sempat meminta maaf. Ya ampun, dia ternyata baik banget. Dan seketika aku jatuh cinta sama dia. Hebatnya lagi, kayaknya Kak Jang itu juga suka sama aku deh,”

“Maaf Nda, udah mau masuk. Di sebelahku udah ada yang nempatin. Kamu cari bangku lain, ya,” Marini mendadak merasa asing dengan Nanda. Perasaannya tercabik-cabik mendengar celoteh Nanda tentang Jang Shan. Dulu, saat pemilihan murid teladan di SD Nusa Indah, Marini rela memendam sakit hatinya saat Nandalah yang dinobatkan sebagai pelajar terbaik. Tapi untuk masalah perasaan yang sekarang dirasakannya, ia merasa tidak bisa berdamai dengan hatinya. Kebahagiaannya bertemu sahabat lama mendadak sirna begitu saja.

“Tapi Mar, bukannya tadi kamu bilang masih kosong, ya?” Eh. Marini gelagapan. Belum sempat ia menjawab pertanyaan Nanda, tiba-tiba seseorang melintas di depan kelas mereka. Jang Shan berjalan bersisian dengan gadis berjilbab. Keduanya tampak sangat akrab.

“Kak Jang Shan sama Kak Intan serasi banget ya. Kak Jang baik, Kak Intan meskipun pendiam tapi pintar. Kata Kakakku yang kebetulan saat SMP satu sekolah, Kak Jang sama Kak Intan itu dekat semenjak kelas dua SMP loh. Wah, langgeng banget ya hubungan mereka,” suara salah satu penghuni kelas tersebut membuat Nanda dan Marini tercekat. Nanda malu karena tadi dengan pedenya mengakui bahwa ia jatuh cinta pada Jang Shan di depan Marini. Sementara Marini juga malu pada diri sendiri karena sempat berpikiran untuk membenci Nanda hanya karena merasa tersaingi. [ ]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hasil Seleksi Tahap I Paramadina Fellowship (PF) 2011

SEJARAH PONDOK PESANTREN DI INDONESIA