Menanti Pelangi Cinta, Cerdak Story November yang lagi-lagi gagal.


Heru menatap hamparan danau yang membentang di hadapannya seraya memegang erat tangan Amanda seolah tidak mau lepas. Sesekali matanya beradu pandang dengan mata bening Amanda yang duduk di sebelahnya. Di saat-saat seperti ini, Heru merasa bahwa dunia hanya milik mereka berdua.


“Neng Manda, lihat deh danau itu. Airnya tenang, ya. Damai sekali kelihatannya,”

“Tanpa danau itu pun Neng sudah damai kok, Bang. Cinta Abanglah yang membuat hidup Neng terasa damai sentosa,” Amanda tersenyum manis sambil memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

“Ah Neng Manda bisa aja. Kalau begini, Abang jadi makin cinta deh sama Neng,” Heru mempererat gengaman tangannya. Beberapa saat kemudian, Amanda mendekatkan tubuhnya ke arah Heru. Melihat reaksi Amanda, jantung Heru pun berdetak sangat kencang.. Perlahan, jarak tubuh Amanda dan Heru hanya beberapa senti saja. Dengan tatapannya yang tajam, Amanda membuat darah Heru terasa mendidih.
Gedebug. Heru merasa bagian tubuhnya tiba-tiba sakit. Samar-samar bunyi benda jatuh itu terdengar di telinga Heru. Astaganaga, ternyata apa yang barusan dirasa sangat indah bagi Heru hanya mimpi belaka. Mimpi indah berdua bersama Amanda yang harus berakhir tragis dengan jatuhnya dirinya dari atas ranjang, lengkap dengan bantal guling yang dipeluknya erat. Air liur yang membentuk gugusan pulau tak beraturan pun tergambar jelas di bantal gulingnya.
Heru kemudian bangkit dan duduk di tepi ranjang. Dilihatnya jam dinding menunjuk pukul 05.30. Masih cukup pagi. Begitu pikir Heru.

“Apa ya arti mimpi gue barusan? Apa itu merupakan petunjuk buat gue? Oke, kalau begitu, hari ini juga gue harus nembak Amanda. Gue yakin Amanda pasti bakal nerima cinta gue,” sambil mengacak-ngacak rambut, Heru berbicara dengan dirinya sendiri yang terpantul di cermin lemari. Dengan semangat 45, Heru bergegas mandi dan siap untuk menyambut hari yang cerah bersama secercah harapan untuk menaklukkan hati Amanda.
***

“Selamat pagi, Emakku tersayang. Aku berangkat sekolah dulu ya. Dadaaah,” Heru berkata lantang sambil mencomot bakwan yang baru diangkat emaknya dari penggorengan. Alhasil, mulutnya kepanasan mengunyah bakwan tersebut. Emaknya sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuan bocah yang satu ini. Gak biasa-biasanya anak bujangnya yang pemalas sepagi ini sudah siap berangkat sekolah. Jangankan berangkat sekolah, disuruh mandi pun seringkali ogah-ogahan. Jadi, apa yang membuat Heru berubah jadi ajaib begini?
Sesampainya di sekolah, Heru melenggang gembira sambil bersiul. Dia tersenyum kepada setiap orang yang ditemuinya. Sampai tukang kebun sekolah pun bengong kayak sapi ompong.

“Manda, tunggu dong,” Heru langsung mencegat Manda yang tengah berjalan menyusuri koridor sekolah.

“Iya, kenapa ya?” Amanda bertanya serius.

“Ehm, anu Nda. Anu, aku...”

“Kamu kenapa, Ru?” cecar Amanda tak sabar.

“Anu Nda. Aku, aku cinta sama kamu sejak pertama kali kita bertemu. Maukah kamu jadi pacarku?” sergah Heru kemudian dengan tingkat ke-pede-an yang sangat tinggi.

“Hah? Gubrakh. Kirain apaan,”

“Jadi gimana, Nda? Kamu mau, kan?”

“Ehm, gimana ya?” Amanda tampak mengerutkan kening. “Oke, kalau kamu cinta, tolong lukiskan pelangi untukku. Aku kasih waktu kamu tujuh hari. Tapi kalau kamu gagal, I’m sorry dah harus menolak cintamu,” kali ini Amanda menyunggingkan senyum sambil meninggalkan Heru yang berdiri terpaku.
***

Setiap pulang sekolah, Heru yang doyan makan dan biasa menghabiskan tiga piring nasi berubah jadi uring-uringan dan tidak mempunyai selera makan. Udah tiga hari ini Heru aneh. Hingga sore menjelang, Heru selalu gelisah tak karuan di teras rumahnya. Sesekali ia nungging seperti tengah mencari kelereng yang jatuh.

“November kan biasanya musim hujan, tapi kenapa hujan gak turun-turun ya?” lagi-lagi Heru nungging.

“Ya ampuun, Ruuuu. Kamu ngapain nungging-nungging di teras?” Emak teriak histeris melihat kelakuan anak semata wayangnya itu. Melihat kelakuan Heru yang gaje gitu, Emak jadi khawatir Heru kesambet jin pohon nangka di jalanan deket rumah. "Kamu sehat kan, Ru?" Emak nempelin punggung tangannya ke jidat Heru.

“Sehat, Mak. Heru cuma pingin hujan turun!” jawab Heru lugu sambil terus nungging. Emak menepuk jidatnya. Apa ritual mendatangkan hujan udah berubah, ya?

“Soalnya, Amanda memintaku melukis pelangi untuknya sebagai syarat dia mau menerima cintaku, Mak. Dan pelangi itu, kan hanya datang setelah hujan turun. Kalau nanti hujan turun, aku mau ajak Amanda kemari dan menanti pelangi berdua. Dan pelangi tersebut akan menjadi saksi cintaku yang tulus suci pada Amanda tercinta,” selesai berucap demikian, Heru menatap langit yang ternyata mulai mendung. Menyadari hal tersebut, Heru senang bukan kepalang sambil jejingkrakan gak karuan.

“Ooo,” Emaknya melongo.

“Kok cuman O doang sih, Mak?”

“Terus? Emak mesti bilang wow gitu?” kali ini giliran Heru yang melongo. Sejak kapan Emaknya menjadi korban anak gaul begini?? [ ]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Logo

Hasil Seleksi Tahap I Paramadina Fellowship (PF) 2011